STUDENTA- Tulisan ini melanjutkan postingan sebelumnya yaitu prinsip kemandirian dalam konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara (baca : di sini). Jadi saya sarankan jika teman-teman belum membacanya, bisa membacanya terlebih dahulu agar sistematis cara berpikirnya hehe.
Prinsip kemandirian di dalam proses pendidikan dikembangkan dalam sistem among. Among atau ngemong mempunyai arti sangat dalam dalam proses pendidikan yang berkaitan dengan hakikat manusia yang tidak berdaya ketika dilahirkan.
Namun demikian, ketidakberdayaan manusia merupakan suatu proses yang tertuju kepada kemandirian. Hal ini berarti dalam sistem among relasi antara pendidik dan peserta didik bukanlah merupakan relasi ketergantungan, tetapi suatu relasi yang semakin lama semakin memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berdiri sendiri.
Sistem among bukan berarti sistem perintah dari atas atau memberikan peserta didik mencari jalannya sendiri. Derngan demikian, proses pendidikan bukanlah suatu proses totaliter atau pun kemerdekaan tanpa batas, tetapi suatu proses pemandirian yang bertahap sesuai dengan perkembangan pribadi peserta didik.
Sistem among mempunyai implikasi di dalam relasi antara pendidik dan peserta didik
Pendidik bukanlah seorang diktator atau yang haus akan kekuasaan atau kehormatan pribadi, tetapi dengan suatu visi yang secara sukarela dan penuh dedikasi dalam membantu peserta didik untuk menemukan dirinya sendiri atau untuk dapat berdiri sendiri atas kemampuannya sendiri. Inilah prinsip among yang menuju kemandirian yang memerlukan dedikasi dari seorang pendidik.
Di sini kita lihat nilai intrinsik dari profesi pendidik yaitu memerlukan dedikasi tanpa pamrih karena tujuannya untuk membantu peserta didik yang kemudian akan berkembang setara dengan pribadi pendidik itu sendiri. Profesi pendidikan merupakan suatu profesi etis karena profesi tersebut tidak mementingkan kekuasaan dirinya tetapi untuk kebahagiaan bersama.
Memang profesi pendidik merupakan profesi tertua di dunia serta mempunyai nilai-niliai etis yang sangat luhur dan bermartabat. Profesi pendidik yang hanya ditujukan kepada tuntutan material adalah bertentangan dengan hakikat manusia yang mempunyai martabat yang sama; dan memiliki kemampuan mangambil keputusan etis di dalam memanusiakan sesama manusia.
Inilah sosok pendidik sejati yaitu pribadi Tut Wuri Handayani, yaitu membantu perkembangan peserta didik dari belakang sambil mengemongnya tanpa menguasai pribadi yang diemongnya.
Dalam praksis kehidupan Perguruan Taman Siswa; sistem among tersebut terlihat di dalam semua aspek kehidupan baik dalam lingkungan formal (lingkungan sekolah); maupun di dalam kehidupan sehari-hari antara anggotanya maupun di dalam masyarakat. Masyarakat Taman Siswa adalah masyarakat adalah masyarakat yang demokratis.
Prinsip kemandirian serta sistem among merupakan ruh Perguruan Taman Siswa
Kedua prinsip tersebut menggambarkan pandangan manusia Taman Siswa yang mempunyai aspek-aspek personal dan sosial sekaligus. Bahkan hubungan antara kedua aspek hakikat manusia tersebut merupakan suatu hubungan etis.
Manusia tidak dapat mewujudkan kemanusiaannya tanpa bantuan dan kerja sama dengan sesama manusia, teapi sekaligus pula mengakui akan kemandirian masing-masing dalam kerja sama. Inilah prinsip gotong royong di dalam proses pendidikan Taman Siswa.
Hal ini juga tampak dengan jelas pada prinsip berdiri sendiri di dalam penyelenggaraan Perguruan Nasional Taman Siswa pada waktu itu tanpa tergantung pada orang lain dalam hal ini pemerintah kolonial; yang pada dasarnya telah menginjak-injak hak-hak asasi manusia. Oleh sebab itu, mudah dimengerti mengapa Taman Siswa dengan gigih menentang ordonasi sekolah liar yang dilancarkan oleh pemerintah kolonial tahun 30-an.¹ Pendidikan dari rakyat dan untuk rakyat dan oleh sebab itu pendidikan adalah hak asasi dari seluruh rakyat.
Pemerintah kolonial yang melahirkan ordonasi sekolah liar adalah penerapan dari suatu struktur kekuasaan yang membatasi perkembangan manusia. Pada waktu itu Perguruan Taman Siswa menantang praktik-praktik penjajahan dari pemerasan dari pemerintah kolonial.
Sistem subsidi yang diterapkan oleh pemerintah kolonial pada waktu itu merupakan alat dari kekuasaan pemerintah untuk melarang sistem pendidikan yang dianggapnya merongrong kekuasaan kolonial seperti Perguruan Taman Siswa. “Self bedruipingsrecht” atau hak untuk membiayai diri sendiri dari Perguruan Taman Siswa yang tidak manu menerima subsidi dari pemerintah kolonial; bertujuan untuk menjadikan Perguruan Taman Siswa suatu lembaga yang didirikan pada perinsip kemandirian.²
Inilah kebijakan pendidikan yang menghormati akan kemandirian seseorang, kemandirian masyarakat untuk memperoleh pendidikan sebagaimana haknya sebagai manusia
Dalam situasi kemerdekaan, prinsip “Self bedruipingsrecht” ini menunjukkan tuntutan masyarakat untuk memperoleh hak asasinya; yaitu pendidikan untuk semua rakyat dan bukan untuk segolongan kecil masyarakat. Pendidikan dari rakyat oleh karena dibiayai oleh rakyat dan oleh sebab itu sistem pendidikan neoliberal tidak mempunyai tempat di dalam masyarakat seperti dalam Perguruan Taman Siswa.³ Thank’s for reading !
Referensi :
- Taman Siswa 30 Tahun (1922 – 1952), 230-238, “Onderwijs-Ordonantie 1932”, Staatsblad No. 494, 17 September 1932.
- Ibid, hlm. 217.
- Lihat tulisan Ki Suratman “Pemahaman dan penghayatan Asas-asas Taman Siswa 1922”, Taman Siswa 60 Tahun 1922-1982 hlm. 218-219