STUDENTA- Pada masa kolonial, sistem pendidikan kolonial tidak mengakui keberadaan atau eksistensi budaya lokal atau indigenous. Kebudayaan Barat (Belanda) adalah kebudyaan superior, sedangkan kebudayaan asli seperti suku-suku bangsa di Nusantara merupakan budaya inferior.
Pandangan kebudayaan seperti ini merupakan penghinaan terhadap hak asasi manusia yang mempunyai hak untuk memiliki; serta hidup di dalam kebudayaannya sendiri seperti yang dikemukakan oleh filsuf Charles Taylor The Right of Culture.
Oleh sebab itu, Ki Hadjar Dewantara menggali nilai-nilai kebudayaan yang luhur dari kebudayaan lokal, dalam hal ini kebudayaan Jawa; sebagai kebudayaan lokal (local wisdom) di dalam proses pendidikan. Menurut Ki Hadjar Dewantara, di dalam kebudayaan lokal telah berkembang dan terakumulasi kebijakan-kebijakan pendidikan yang luhur; dan oleh sebab itu dijadikan sarana di dalam habitus pendidikan Perguruan Taman Siswa.
Persepsi yang keliru terhadap Perguruan Taman Siswa yang seakan-akan berorientasi hanya kepada kebudayaan Jawa. Perlu kita cermati bahwa Perguruan Taman Siswa mula-mulai dilahirkan dalam lingkungan kebudayaan dan masyarakat Jawa.
Namun demikian, Perguruan Taman Siswa yang ada di daerah-daerah dengan kebudayaan masing-masing mempunyai hak untuk mengembangkan prinsip-prinsip Perguruan Taman Siswa sesuai dengan kebudayaan budaya yang dimiliki oleh masyarakat setempat.
Ki Hadjar Dewantara berpendapat bahwa :
Semua suku bangsa di Nusantara ini memiliki kebudayaan masing-masing dan mempunyai nilai-nilai luhur tersendiri yang dapat dikembangkan dan disumbangkan untuk membangun kebudayaan nasional Indonesia.
Proses pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara terjadi di dalam habitus yang sentripetal artinya yang berpusat dari budaya lokal dan berangsur-angsur mengikat kepada lingkungan semakin luas; sampai kepada budaya nasional bahkan global.
Inilah prinsip yang modern dari Perguruan Taman Siswa yang sejak semula telah mengenal prinsip-prinsip pendidikan multikultural yang marak pada abad XXI ini
Berkaitan dengan itu pula Perguruan Taman Siswa telah menunjukkan pentingnya pengembangan identitas manusia yang berakar dari keluarga serta budaya lokal. Sehingga hubungan personal antar manusia yang konkret merupakan dasar dari terbentuknya identitas seseorang, identitas etnis dan identitas bangsa Indonesia.¹
Ketiga prinsip proses pendidikan Perguruan Taman Siswa di atas (Baca : Nilai Kemandirian, Sistem Among, dan Prinsip Kebudayaan) merupakan roh Taman Siswa yang menghargai nilai-nilai luhur kemanusiaan yaitu manusia yang berdiri sendiri; yang di dalam perkembangannya memerlukan bantuan orang lain yaitu pendidik yang bukan untuk mendominasikannya tetapi yang membantunya agar menjadi pribadi yang berdiri sendiri, mandiri dan bertanggung jawab.
Seluruh proses kemandirian tersebut terjadi di dalam habitus sosial budaya tempat proses pendidikan berlangsung. Proses pendidikan sebagai proses menuju kepada kemandirian seorang pribadi berarti merupakan suatu proses pembebasan dari ketidakberdayaan manusia; yang memerlukan dialog dan hubungan interpersonal; yang berdasarkan keputusan-keputusan etis di dalam habitus lokal menuju kepada habitus nasional dan global.
Di sini kita lihat pandangan-pandangan filsafat pendidikan dan kebijakan Ki Hadjar Dewantara yang humanitik dapat disejajarkan dengan para pemikir pendidikan kontemporer bahkan lebih maju lagi dalam era globalisasi deasa ini. Apabila manusia dewas ini yang hidup di dalam dunia rata²; dalam era globalisasi yang mana manusia mulai kehilangan identitasnya dan menuju kepada kekosongan; pandangan-pandangan futuristik Ki Hadjar Dewantara mungkin dapat menyuguhkan suatu jalan keluar.
Tentunya dalam menghargai pandangan-pandangan Ki Hadjar Dewantara yang istimewa, diperlukan pemikiran-pemikiran lebih lanjut, karena perlu diingat ide-ide Ki Hadjar Dewantara lahir dan berkembang pada permulaan abad XX
Perlu kiranya diadakan riset secara terus menerus agar prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara mengenai proses pendidikan akan terus up to date karena perubahan sosial budaya yang sangat cepat. Karya besar Ki Hadjar Dewantara perlu terus dikembangkan melalui kajian teoritis dan praktik.³