STUDENTA- Pagi itu sang guru sedang asyik bercerita tentang kisah hidupnya ketika masa kanak-kanak. Anak-anak tampak begitu antusias mendengarkan cerita dari sang guru sambil sesekali melontarkan pertanyaan pertanda meminta sang guru untuk menceritakan lebih lanjut kisahnya. Sang guru pun tampat bersemangat bercerita dengan berbagai ekspresi yang sesekali diiringi canda dan tawa.
Setelah kisah sang guru usai, anak-anak pun diberi kesempatan untuk saling bercerita tentang masa kanak-kanaknya dalam pasangan. Mereka sangat antusias sekali tatkala bercerita tantang masa kanak-kanaknya. Ada anak yang begitu bahagia dengan masa kecilnya karena dia selalu mendapat perhatian penuh dari keluarga. Namun ada juga yang bercerita dengan ekspresi pilu karena masa kecilnya harus dilalui dengan situasi yang serba prihatin karena ayahnya terkena PHK sehingga untuk memnuhi kebutuhan pokok keluarganya saja harus berjuang keras.
Ada juga anak yang dengan malu-malu menceritakan masa kecilnya yang menggelikan, ketika dia masih duduk di kelas 2 SD sudah jatuh cinta dengan teman sekelasnya. Bahkan hingga hari itu, cinta itu tak pernah terungkapkan. Akhirnya mereka berpisah setelah lulus SD dan uniknya ketika SMA mereka bertemu kembali di sekolah yang sama, hanya beda kelas.
Beda lagi dengan kisah Robert yang harus pindah-pindah sekolah sewaktu masa kecilnya karena ayahnya adalah seorang tentara. Setiap kali pindah tugas maka Robert bersama keluarganya turut serta di mana ayahnya bertugas. Masa kecilnya justru dihabiskan dengan petualangan dari daerah satu ke daerah lain seperti di Jawa, Sumatra, Sulawesi, Papua dan akhirnya kembali lagi ke Jawa. Di satu sisi hal itu memperkaya pengalamannya, di sisi lain dia tidak mempunyai teman sejati karena dengan cepat temannya berganti-ganti seiring sekolah barunya.
Masing-masing pasangan tampak saling berbagi kisah dan mendengarkan satu sama lain
Sang guru pun sesekali masuk ke dalam pasangan tertentu lalu pindah ke pasangan lain. Tak terasa waktu yang telah ditentukan sang guru lewat begitu cepat seiring dengan hangatnya percakapan masing-masing pasangan akan masa kecilnya.
Selanjunya, sang guru mengubah pasangan dan mereka juga akan saling bercerita tentang kisah masa kecil. Uniknya, kisah masa kecil yang diceritakan bukanlah masa kecilnya namun kisah masa kecil pasangan terdahulu. Seperti Eduard yang berpasangan dengan Rossa pada sesi yang pertama lalu. Pada sesi yang kedua Rossa berpasangan dengan Viktor maka Rossa akan menceritakan kisah masa kecil Eduard dan Viktor menceitakan kisah pasangannya terdahulu yaitu Yessa.
Dengan dinamika pasangan yang kedua ini, sang guru rupanya ingin menumbuhkan rasa peduli, perhatian dan belajar mendengarkan orang lain
Banyak hal yang masuk ke dalam telinga dan dipandang mata setiap harinya, tetapi banyak pula yang lewat begitu saja. Melalui pasnagan ini, sang guru menggerakkan rasa penghargaan terhadap orang lain karena dari sanalah kepedulian, kepekaan, empati dan simpatik akan muncul.
Siapakah orang Tuaku?
Pembelajaran bersama sang guru terus berlangsung dalam suasana yang rileks dan penuh kebebasan. Anak-anak boleh menentukan tempat yang nyaman untuk saling membagikan kisahnya, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Setelah semuanya uasi, sang guru pun mulai menjelaskan tentang pekerjaan rumah (PR) untuk mereka. PR itu sangat sederhana, yakni anak-anak akan bertanya pada ayah atau ibunya tentang masa kecil orang tuanya itu.
Mereka boleh membuat tulisan cerita atau cerita bergambar tentang masa kecil orang tua mereka. Ini merupakan sebuah proses komunikasi antara anak, orang tua dan sekolah. Secara tidak langsung, orang tua pun menjadi bagian dalam pekerjaan rumah untuk pembelajaran sang guru. Dengan demikian, proses membangun jejaring antara sekolah dan keluarga kembali terbangun dalam proses pembelajaran ini.
Dalam pekerjaan rumah itu, komunikasi antara anak dan orang tua pun terpelihara yang dewasa ini mulai terabaikan akibat dari kesibukan bekerja. Atau kadang kala komunikasi langsung antara anak dan orang tua telah tergantikan dengan kecanggihan teknologi. Sang guru mencoba mengembalikan eksistensi komunikasi langsung antara anak dan orang tua. Tempo dahulu, komunikasi langsung ini cukup kuat karena kemajuan jaman teknologi belum secanggih seperti sekarang.
Bahkan dahulu budaya men-dongeng sebelum tidur masih sangat kuat dalam keluarga
Tidak sia-sia sang guru mendesain pekerjaan rumah itu untuk anak-anak dan orang tua. Mita sudah siap dengan cerita bergambarnya tentang kisah masa kecil ayahnya dengan judul “Ayahku Sinchan Juga”. Mengambil tokoh kartun yang sangat terkenal itu, Mita menggambarkan bahwa ayahnya sewaktu kecil sangat nakal tetapi sebenarnya cerdas seperti Sinchan. Orang tua ayah (kakek dan nenek Mita) sering dibuat repot karena ulah ayah.
“Ibuku Superwoman”, begitulah judul tulisan Ananta yang menggambarkan masa kecil ibunya yang sangat ditakuti oleh teman sebayanya. Ibu Ananta rupanya jago karate dan sejak kecil sudah menjuarai berbagai turnamen sehingga teman-teman sebayanya, baik laki-laki maupun perempuan, tidak berani berulah yang aneh-aneh pada ibunya. Ananta pun heran dengan masa kecil ibunya karena saat ini ibunya tampa begitu lemah lembut dan tidak tampak kalau dulunya jagoan.
Anak-anak membawa berbagai cerita tentang masa kecil orang tuanya saat pembelajaran bersama sang guru. Mereka pun berbagi cerita dengan teman-temannya tentang masa kecil orang tuanya. Akhirnya, hasil tulisan atau gambar yang dibuat anak-anak ditukar dengan pasangan baru yang ditentukan oleh sang guru. Dan mereka membawa pula hasil karya temannya tentang kisah masa kecil orang tuanya. Lalu, mereka akan menunjukkan hasil akrya itu pada orang tuanya dan meminta mereka memberi komentar tentang kisah itu.
Ada pun komentar itu dengan memposisikan seandainya masa kecil dalam tulisan atau gambar itu adalah kisah anaknya sungguhan, bagaimana tanggapan mereka?
Selanhkah lebih maju lagi, dengan dinamika ini sang guru mencoba membangun jejaring antar orang tua dari anak-anak, dalam partisipasinya menggairahkan pembelajaran itu.
Pembelajaran sebagai sebuah proses yang berkesinambungan coba diusung sang guru dalam pembelajaran itu. Dengan demikian, bukan anak-anak saja yang butuh belajar, tetapi orang tua pun senantiasa mesti selalu belajar. Sang guru mencoba menempatkan pembelajaran anak-anak juga menjadi milik dan tanggung jawab orang tua lewat partisipasi aktifnya. Hal ini bukanlah hal yang berat dan membutuhkan pemikiran yang mendalam. Kemauan dan kepedulian sudahlah cukup untuk menyukseskan pembelajaran ala sang guru.
Pastinya sang guru pun belajar banyak dalam proses ini lewat kisah anak-anak, kisah para orang tua dan bagaimana orang tua turut serta dalam komentar. Pada akhirnya pendidikan menjadi sebuah media sinergis antara keluarga dan sekolah dalam mendampingi anak-anak menuju taraf insani serta menggapai cita-citanya.
Tulisan yang dipublish ini dinukil dari sebuah buku yang berjudul #The_Educatorship (Seni Memanusiakan Wajah Pendidikan) karya FX Aris Wahyu Prasetya